Palangka Raya, Sarita News – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui tiga permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dari kejaksaan negeri(Kejari) di Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (1/7/2025).
Keputusan tersebut diambil melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Nanang Ibrahim Soleh.
Tiga permohonan yang disetujui berasal dari Kejari Kotawaringin Timur (Kotim), Kejari Barito Selatan (Barsel), serta Kejari Katingan. Dan, masing-masing kasus melibatkan tersangka dengan inisial MRR, EYS, dan MA.
Tersangka MRR dari Kotim disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP terkait kasus penganiayaan. Peristiwa terjadi pada 24 April 2025 di Jalan Kalikasa, Kelurahan Parenggean, ketika tersangka memukul korban hingga mengalami luka di hidung dan bagian wajah lainnya.
Lalu, Tersangka EYS dari Barsel juga disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Kasus penganiayaan ini terjadi akibat perdebatan mengenai masalah pekerjaan yang berujung pada pemukulan korban dan mengalami bengkak di kepala dan mata.
Kemudian, tersangka MA dari Katingan disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP atau Pasal 406 ayat (1) KUHP. Tersangka melakukan perusakan dengan melempar batu ke kaca jendela rumah korban dan menebang pohon pisang milik korban.
Ekspose virtual dihadiri Direktur Oharda Nanang Ibrahim Soleh, Plh. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng, M. Sunarto, Asisten Tindak Pidana Umum Suyanto, serta ketiga Kepala Kejari terkait.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan dengan tiga pertimbangan utama. Pertama, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kedua, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Ketiga, telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka.
Direktur Oharda, Nanang Ibrahim Soleh mengungkapkan apresiasi kepada jajaran kejaksaan yang terlibat dan ia menilai penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan upaya kejaksaan mendekatkan diri dengan masyarakat sesuai arahan Jaksa Agung.
“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini adalah salah satu upaya kejaksaan mendekatkan diri dengan masyarakat sesuai dengan arahan bapak Jaksa Agung,” tuturnya.
Jampidum selanjutnya memerintahkan ketiga kepala kejaksaan negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2). Laporan penerbitan SKP2 akan disampaikan kepada Jampidum dan Kepala Kejati Kalteng.
Simak Berita Sarita News Melalui Google Berita
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan