Palangka Raya, Sarita News – Yayasan Betang Borneo Indonesia (YBBI) melakukan asesmen terhadap kearifan lokal dan kondisi lingkungan di Desa Kubung, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Direktur YBBI, Afandy, menyampaikan kegiatan tersebut bertujuan untuk melihat keterkaitan antara praktik kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan tingkat kelestarian lingkungan di desa tersebut.
“Kami ingin melihat bagaimana korelasi antara praktik kearifan lokal dengan kelestarian lingkungan. Tujuannya adalah membangun narasi bahwa nilai-nilai lokal dapat berjalan seiring dengan upaya pelestarian alam,” kata Afandi disela-sela kegiatannya, Kamis (26/6/2025).
Menurutnya, masyarakat di Desa Kubung memiliki prinsip dan nilai bijak dalam memanfaatkan serta menjaga alam, yang dapat dijadikan referensi dalam pengambilan kebijakan pembangunan berkelanjutan.
“Artinya, di dalam komunitas mereka terdapat nilai-nilai kearifan yang bisa diakomodasi dalam kebijakan. Ini yang ingin kami soroti sebagai bagian dari narasi besar kami,” ujarnya.
Salah satu contoh, lanjut Afandi, adalah kepercayaan masyarakat terhadap Bukit Sebayang yang dianggap sebagai bukit sakral. Karena itu, segala aktivitas destruktif di kawasan tersebut dilarang melalui peraturan adat setempat.
“Dari sisi ilmiah, hal itu selaras. Bukit Sebayang memiliki kemiringan lebih dari 45 derajat dan secara ekologis seharusnya masuk dalam kawasan hutan lindung serta daerah tangkapan air. Di bawah bukit tersebut terdapat beberapa aliran sungai, termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Delang,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika kawasan Bukit Sebayang rusak, maka ekosistem di sekitarnya, termasuk sungai-sungai di bawahnya, berpotensi ikut terdampak.
“Menariknya, sebelum pemerintah menetapkan kawasan ini sebagai hutan lindung, masyarakat adat sudah terlebih dahulu menetapkan larangan melalui aturan adat,” katanya.
Tantangan: Ekspansi Sawit dan Konsesi HPH
Afandi juga mengungkapkan bahwa saat ini ekspansi perkebunan sawit di Desa Kubung belum terlalu masif. Namun, telah ditemukan beberapa titik lahan sawit milik warga.
“Masyarakat juga membutuhkan pendekatan ekonomi. Booming sawit dianggap sebagai salah satu jalan menuju kesejahteraan. Tapi jika tidak disikapi dengan bijak, bisa menimbulkan dampak lingkungan di masa depan,” ujarnya.
Ia menyoroti adanya wacana masuknya izin perusahaan besar swasta (PBS) ke wilayah tersebut. Selain itu, berdasarkan peta konsesi, sekitar 70 persen wilayah Desa Kubung telah masuk dalam izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk kegiatan penebangan kayu.
“Yang diambil memang kayunya. Tapi tutupan hutannya tetap harus dijaga. Jika tutupan hutan dikurangi, maka akan ada dampak ekologis yang signifikan,” demikian Afandy.
Simak Berita Sarita News Melalui Google Berita
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan