Palangka Raya, Sarita News – Ketua Ikatan Guru Indonesia Kalimantan Tengah (IGI Kalteng), Aprianto turut angkat bicara menanggapi soal adanya dugaan kasus keracunan pada siswa akibat setelah menyantap makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kota Palangka Raya.

“Saya mencermati keracunan akibat MBG di Kota Palangka Raya sangat prihatin dan menyesali kejadian seperti ini. Penyelenggara atau siapa yang terlibat pada kegiatan ini harusnya memiliki quality control yang bagus,” katanya, Rabu (1/10/2025).

Ia mengungkapkan, adanya quality control tersebut, kualitas atau produk makanan dapat terpelihara. Dan, quality assurance tepat sasaran atau sesuai target atau tujuan yang diharapkan.

“Untuk itu, hendaknya para pemangku kepentingan agar ke depan program ini tetap bagus, maka harus melihat, mempersiapkan, SOP dengan quality control yang baik,” jelasnya.

Selain itu, ia menyampaikan bahwa, penunjukan maupun penyuplai makanan atau catering dapat benar-benar bertanggungjawab dengan menghindari penumpukan pada satu penyuplai makan, sehingga tidak terjadi overload atau beban berlebih yang mempengaruhi kualitas MBG.

Program MBG menurutnya, sangat membutuhkan evaluasi, mengingat cukup banyaknya kasus yang terjadi di lingkup nasional maupun di wilayah Kota Palangka Raya itu sendiri.

“Kejadian-kejadian ini mestinya menjadi bagian dari pembahasan utama dalam evaluasi. Kasus ini menjadi warning atau peringatan pemerintah daerah di Kalteng,” tuturnya.

Selain itu, evaluasi atau kajian ini menurutnya harus lebih menyeluruh atau holistik, khususnya seperti aspek-aspek yang dapat menimbulkan kecacatan atau merugikan dari pada kualitas makanan.

“Baik dari segi ahli gizi, catering, distribusi, karyawan, dan semua unsur yang menyangkut program tersebut. Oleh sebab itu dibuatlah semacam SOP, sehingga secara quality assurance terdapat jaminan kualitas,” jelasnya.

Semua itu perlu dilakukan menurutnya, agar tidak lagi adanya kejadi-kejadian yang dapat merugikan anak didik hingga pihak sekolah itu sendiri.

“Tujuan MBG ini bagus untuk meningkatkan gizi anak didik, tapi untuk hal seperti ini (keracunan) malah bukan untuk meningkat gizi, tapi menghancurkan organ tubuh anak dan merusak masa depan mereka sendiri,” ungkapnya.

Dirinya juga mengingatkan agar tidak adanya penumpukan pada satu penyedian, sehingga pekerjaan dapat lebih efektif dan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi anak dalam penyantap makanan.

“Kalau ada penumpukan sehingga penyedia harus jauh-jauh waktu harus bisa memasak, belum lagi mengemas, lalu baru kemudian didistribusikan,” tuturnya.

“Jadi, berapa jangka waktu dari membeli, memilih, sampai pendistribusian makanan, sampai disantapnya makan, karena itukan rentan terhadap bakteri atau semacamnya, untuk itu makanan yang enak adalah yang baru dimakan dan dapat langsung disantap, tapi jika itu sudah memakan waktu lama, maka kualitasnya tidak terjamin,” tutupnya.