Palangka Raya, Sarita News – Komunitas menulis Swarapena dan Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (Walhi Kalteng) turut serta menguatkan budaya literasi di kalangan pemuda maupun mahasiswa.
Hal ini dinyatakan dengan melaksanakan kelas menulis yang dihadiri kalangan muda diwilayah Kota Palangka Raya, Minggu (7/9/2025)
Menurut Penggagas Swarapena, Roni Sahala, kegiatan ini terbuka untuk umum dan menjadi ruang belajar bersama bagi siapa saja yang ingin mengasah kemampuan menulis dan menumbuhkan budaya literasi.
“Kelas menulis ini bukan sekadar forum teknis, melainkan wadah kolektif untuk berbagi pengalaman menulis,” katanya kepada awak media.
Ditegaskannya, kelas ini diharapkan mampu menumbuhkan budaya literasi di Palangka Raya yang kritis terhadap lingkungan dan isu sosial.
“Di sini kita belajar banyak hal, mulai dari teknis penggunaan kata, penyusunan kalimat, tips dan trik, format tulisan, hingga proses publikasi,” ungkapnya.
Ia juga menerangkan, untuk jenis tulisan yang dibahas pun beragam, dimulai dari jurnalistik, akademik, sampai sastra.
“Ruang ini milik bersama, jadi setiap orang punya kesempatan untuk menyampaikan gagasan dan belajar menulis dengan gaya masing-masing” ucapnya.
“Dari keresahan itulah Swarapena lahir, sebagai ruang alternatif untuk menumbuhkan semangat membaca dan menulis, khususnya di kalangan pemuda Palangka Raya,” imbuhnya.
Literasi menurutnya juga bukan hanya soal membaca buku, tapi juga soal kesadaran dan keberanian menulis tentang kenyataan yang dihadapi.
Sebelumnya, Walhi Kalteng menilai penguatan literasi menjadi bagian penting dalam memperkuat gerakan lingkungan hidup.
Manager Keorganisasian, Pendidikan, dan Monitoring Evaluasi Walhi Kalteng, Tri Oktafiani, mengatakan rendahnya kemampuan literasi berdampak pada melemahnya daya kritis generasi muda dalam membaca realitas sosial dan krisis ekologis yang terjadi.
“Kemampuan memahami teks dan mengolah informasi sangat penting agar anak muda tidak hanya membaca, tapi juga bisa menuliskan gagasan tentang lingkungan dan perubahan sosial.
Melalui kelas menulis ini, kami ingin membangun generasi yang lebih peka, kritis, dan berani menyuarakan isu lingkungan,” tegas Tri.
Data turut memperkuat alasan ini. Studi PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan sekitar 70 persen siswa di Indonesia memiliki kemampuan literasi rendah.
UNESCO bahkan menempatkan Indonesia di peringkat kedua terbawah dunia dalam hal literasi, dengan minat baca hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang, hanya satu yang rajin membaca.
Riset Central Connecticut State University tahun 2016 juga menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca, hanya unggul dari Botswana.
Terlebih, secara infrastruktur pendukung, Indonesia berada di atas sejumlah negara Eropa. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 pun menunjukkan hanya 10 persen masyarakat Indonesia yang rajin membaca buku.
Simak Berita Sarita News Melalui Google Berita

Tinggalkan Balasan