Palangka Raya, Sarita News – Suasana peringatan Hari Bhayangkara ke-79, Ketua Umum Kerukunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Dusun, Maanyan, dan Lawangan (KPPM DUSMALA), Fardoari Reketno serukan untuk institusi kepolisian khususnya Polda Kalteng melakukan refleksi mendalam atas berbagai tantangan dan krisis kepercayaan publik.
“Kami mengucapkan selamat Hari Bhayangkara ke-79 kepada seluruh anggota Polri yang bertugas dengan integritas. Tapi, momen ini juga harus menjadi ruang evaluasi, apakah kehadiran polisi sudah benar-benar berdiri bersama keadilan, atau masih membela kepentingan kekuasaan dan modal?…,” ucap Fardoari kepada awak media di Palangka Raya, Senin (1/7/2025).
Pihaknya di KPPM DUSMALA merinci berbagai peristiwa dan persoalan hukum yang menjadi sorotan serius masyarakat sipil di Bumi Tambun Bungai, seperti peristiwa pada 7 Oktober 2023 lalu, terjadi penembakan terhadap warga Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan oleh aparat dalam bentrok dengan masyarakat yang menuntut kejelasan hak atas tanah plasma sawit dan mengakibatkan satu orang meninggal dunia, sementara beberapa lainnya luka-luka.
Lalu, menurutnya warga telah lama menuntut hak atas lahan seluas ±1.500 hektar yang dikelola PT. HMBP atau Hutan Mas Bangun Persada, namun belum mendapat penyelesaian. Sehingga, Komnas HAM dan LBH Palangka Raya telah mendesak pembentukan tim investigasi independen karena dugaan pelanggaran HAM oleh aparat.
“Penembakan terhadap warga sipil tak bisa dibenarkan dalam negara hukum. Ini adalah alarm bahwa fungsi pengamanan sering kebablasan menjadi kekerasan,” ujar Fardoari.
Dari informasi yang di dapat pihaknya dalam konflik Agraria struktural dan sengketa plasma, diungkapkannya melalui data yang diterima dari WALHI Kalteng mencatat lebih dari 15 konflik agraria aktif hingga akhir 2024, mayoritas di Barito Timur, Katingan, Kotim, dan Seruyan.
Selanjutnya, persoalan umum meliputi, klaim masyarakat adat atas tanah ulayat, pelanggaran perjanjian plasma, dan pembiaran penguasaan lahan oleh korporasi besar. Serta, pemerintah dan aparat dinilai belum berpihak pada masyarakat, dan kerap bertindak sebagai ‘pengaman korporasi’.
Kinerja Polri dalam penanganan Narkoba, dinilai menyentuh akar masalah, pasalnya dari informasi yang kami dapat di antarannya, Polda Kalteng mengungkap 617 kasus narkoba selama 2024, dengan total 775 tersangka berdasarkan Data Humas Polda, Des 2024 lalu.
Akan tetapi, ditegaskannya bahwa 80 persen lebih tersangka adalah pengguna dan kurir kecil. Dan, kritik muncul karena hingga kini belum terlihat penindakan terhadap bandar besar atau jaringan yang lebih sistemik, ini merupakan peristiwa yang sangat ironis.
“Bagaimana masyarakat bisa percaya pada perang melawan narkoba jika di dalam tubuh aparat sendiri masih ada kebocoran?…,” tegas Fardoari.
Fardoari dalam penyataan sikapnya juga menyampaikan tiga poin utama sebagai rekomendasi pembaruan Polri di Kalteng, seperti penanganan konflik agraria dengan pendekatan dialog, bukan represi. Hentikan pola ‘polisi jaga sawit’ yang menempatkan aparat melawan rakyat.
Terkait transparansi penanganan pelanggaran anggota. Setiap tindakan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan harus ditindak tegas, bukan ditutup-tutupi.
Bangun ruang dialog reguler antara pemuda, mahasiswa, tokoh adat, dan kepolisian, untuk membangun kembali jembatan kepercayaan.
“Kami mendukung Polri yang berani mendisiplinkan dirinya. Yang berdiri tegak di sisi rakyat, bukan di belakang modal. Keadilan harus hidup di Kalteng, bukan hanya slogan,” ujarnya.
Fardoari menegaskan, kritik dari pemuda bukanlah bentuk kebencian, tetapi bagian dari kontrol demokratis. Ia mengajak Polri agar menjadikan Hari Bhayangkara ke-79 sebagai momentum pembaruan institusi.
“Kami, pemuda Dayak, akan terus menjadi mitra kritis. Karena keamanan yang sejati lahir dari keadilan. Dan hanya polisi yang berpihak pada kemanusiaan yang akan dicintai rakyatnya,” tutupnya.
Simak Berita Sarita News Melalui Google Berita
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan