Jakarta, Sarita News — Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL) menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan user terminal satelit slot orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan RI tahun 2016.
Ketiga tersangka yang ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Nomor: Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 tertanggal 5 Mei 2025 yakni Laksamana Muda TNI (Purn) LNR, selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.
Lalu, ATVD, sebagai Tenaga Ahli Satelit di Kementerian Pertahanan, dan GK, selaku CEO perusahaan asing asal Hungaria, Navayo International AG.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, menjelaskan bahwa kontrak kerja sama pengadaan peralatan satelit senilai USD 34 juta—yang kemudian berubah menjadi USD 29,9 juta—ditandatangani tanpa ketersediaan anggaran dan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa yang semestinya.
“Navayo ditunjuk secara langsung berdasarkan rekomendasi dari salah satu tersangka, ATVDH. Padahal, tidak ada proses lelang maupun penilaian kelayakan,” ujar Harli Siregar dalam keterangan persnya, Rabu (7/5).
Dalam pelaksanaan proyek, Navayo mengklaim telah mengirimkan peralatan ke Kementerian Pertahanan berdasarkan empat dokumen Certificate of Performance (CoP) yang ditandatangani sejumlah pejabat, termasuk Tersangka LNR.
Namun, hasil investigasi menunjukkan dokumen tersebut dibuat tanpa pengecekan fisik barang.
“Barang yang dikirim tidak sesuai spesifikasi. Sebanyak 550 unit handphone yang seharusnya merupakan handphone satelit, ternyata tidak memiliki fitur Secure Chip seperti yang disyaratkan kontrak,” jelas Harli.
Selain itu, hasil pemeriksaan terhadap program yang dikembangkan Navayo juga menyimpulkan bahwa perangkat lunak tersebut tidak mampu mewujudkan sistem user terminal seperti tertuang dalam kontrak. Total kerugian negara akibat proyek ini, menurut perhitungan BPKP, mencapai USD 21,38 juta.
Sebagai akibat dari penandatanganan CoP, Pemerintah Indonesia kini diwajibkan membayar USD 20,86 juta kepada Navayo berdasarkan putusan arbitrase internasional di Singapura. Bahkan, aset negara di Paris sempat disita oleh pihak juru sita atas permintaan Navayo.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP (Primair), dan pasal-pasal lainnya secara subsidair dan lebih subsidair.
“Kasus ini menjadi bukti bahwa Kejaksaan serius dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk dalam perkara koneksitas yang melibatkan sipil dan militer,” tutup Dr. Harli Siregar.
Sima Berita SaritaNews Melalui Google Berita
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan